Kamis, 12 Maret 2009

Memperbaiki diri

Ada anagium Arab yang menyatakan bahwa “ Celakalah seseorang yang tidak mengenal dirinya sendiri.”

Dalam konteks kehidupan di dunia fana ini, banyak manusia masih belum mengenal dirinya, belum mengetahui apa yang dibutuhkan bagi dirinya, ke arah mana dia harus membawa dirinya, dan pedoman apa yang dapat ia pegang teguh sehingga hal itu memang benar-benar baik bagi petualangan hidupnya.

Memang dalam fenomena yang terjadi, kebanyakan orang yang berhasil adalah orang yang mengenal baik dirinya, ia mengetahui potensi yang dimiliki, kekurangan yang menghambat dirinya untuk maju, ia juga menyadari sepenuhnya visi dam misi dalam kehidupannya, sehingga dengan mengetahui dirinya tersebut makin mudahlah ia untuk meraih keberhasilan.

Ya Allah, Wahai Yang Maha Mendengar jadikan pertemuan ini membuat kami mampu mengenal diri kami, tuntun kami untuk memperbaiki yang salah, bukakan hati kami untuk dapat mengenal jalan hidup kami, jadikan setiap langkah kami benar-benar tepat di jalan yang Engkau sukai sehingga tiada yang kami tuju selain hanya Engkau Yang Maha Menatap. Amiin Ya Robbal’
alamin.

Kalau kita selalu berorientasi memikirkan keluar dari diri kita, semua yang kita katakan akan jadi bumerang. Ingat dalilnya "Semua harus berawal dari diri sendiri".
Program yang paling sulit dilakukan oleh seorang dai adalah mendakwahi dirinya sendiri. Ingin merubah istri, anak, karyawan kuncinya adalah merubah diri. Kalau orang tidak merubah dirinya, dia pasti akan sulit dengan perubahan yang terus terjadi setiap hari dalam hidupnya.

Ciri orang yang tidak bisa merubah diri adalah emosional. Semua masalah dalam hidup ini akan lenyap kalau punya tingkat kearifan. Makin tua kita seharusnya makin serius belajarnya. "Barangsiapa yang hari ini lebih baik daripada hari kemarin maka akan beruntung". Maka dari itu makin hari kita harus makin baik kalau tidak kita akan menghadang bencana.

Setiap orang itu harus punya keyakinan dalam diri bahwa "Jika saya tidak berubah maka saya akan celaka", "Jika saya tidak merubah diri maka saya tidak akan merubah apapun/siapapun", "Jika saya tidak merubah diri berarti saya akan menghancurkan hidup saya".

Perubahan adalah kesuksesan, Perubahan akan membuat hidup tenang, keberhasilan, keselamatan, dan juga merupakan kunci kedekatan dengan Allah.

Kita itu terpaku pada keadaan yang belum tentu benar. Kalau kita mau perubahan kita harus mengetahui apa yang harus dirubah. Kuncinya yang pertama adalah kita harus punya keberanian untuk mengetahui kekurangan diri kita sendiri. Dengan memiliki hal ini akan lebih mudah dalam merubah diri. Miliki juga keberanian untuk mencari kekurangan. Kunci sukses dalam semua hal adalah memperbaiki diri.

Sebesar apapun dosa kita, pengampunan Allah lebih besar lagi kepada orang yang tobat dan bukti tobat adalah kegigihan memperbaiki diri. Milikilah kawan kontributor kekurangan kita, bacalah buku yang banyak mengenai penyakit hati, luangkan waktu untuk mencatat kekurangan diri.

Setelah itu tahapan selanjutnya adalah Riyadoh atau latihan. Dalam latihan harus ada program yang harus kita jalankan, contohnya : program harian melenyapkan penyakit hati, misalnya sehari shaum bicara. Saya hanya mau menyatakan hal yang baik, bermanfaat, dan kata-kata yang terpilih hari ini, besok boleh terserah. Setiap selesai sholat kembali evaluasi lalu bertobat jadi kita bertemu dengan perbaikan setiap waktu. Contoh lainnya sehari tanpa marah.atau boleh disebut dengan (tajdid anniat)memperbaharui niat .

Pertanyaannya kapan kita akan mendakwai orang lain? Justru dengan kita memperbaiki diri, orang lain melihat kita dan berdampak kepada orang lain. Contoh lainnya adalah kita latihan agar setiap uang yang kita dapat, kita sisihkan untuk amal.

Inilah jihad kita. Kalau kita tidak pernah memulai, omongan kita akan kosong. Inilah seninya memang butuh waktu menyadarkan orang lain, yang terpenting adalah kita sadar terlebih dahulu.

Kalau rumus kita untuk membangun bangsa maka tumbuhkan dahulu keinginan untuk membangun diri sendiri kemudian keluarga baru kemudian bangsa. Insya Allah nantinya akan hadir pemimpin dari bapak yang sadar membina keluarga.

Pilihlah riadoh yang isinya bersifat realistik dan lakukan secara bertahap. Terus saja lakukan setiap hari memperbaiki diri.di rumah,di lapangan atau dimanapun kau berada. Sabarlah dalam memperbaiki diri dan melihat bahwa setiap hari orang dilahirkan dengan karakteristik yang berbeda-beda. Sangat mungkin memakan waktu bisa satu bulan, dua bulan bahkan setahun. Hal yang terpenting adalah diberi istiqomah dalam memperbaiki diri bukankanlah hasil yang terpenting, setiap hasil kita serahkan saja kepada Allah untuk menilai. "Kalau orang bersungguh-sungguh menuju Allah, maka Allah akan lebih bersungguh-sungguh lagi menunjukkan jalanNya".

Mari kita benahi diri kita dengan baik sampai kita benar-benar dapat mengontrol diri kita sendiri sebelum terjun ke masyarakat. Mulai dari mencoba menahan pandangan dengan menundukkan pandangan. Kemudian latih diri kita dalam menahan pendengaran yang menjadikankan jauh dari Allah. Menahan mulut jangan mencela, jangan komentar, dan jangan mengeluh. Teruslah kendalikan pendengaran, mulut dan pandangan.

Kalau kita sudah dapat mengendalikan diri dengan baik, berbicara akan enak, bergaul akan enak. Kita dapat lebih banyak menyelesaikan masalah dimanapun kita berada.hati yang bersih adalah hati yang sentiasa membuat pikiran bekerja efektif lantaran hanya kebaikan lah yang dipikirkannya.

Ada dua kunci untu memperbaiki diri : 1.biasakanlah sekuat daya maupun upaya untuk melakukan pembersihanatau pelurusan hati. 2.senantisalah berkemauan kuat untuk meningkatkan kemampuan (keprofesionalan)diri dalam hidup apapun.
Supriadin*

Kamis, 05 Maret 2009

Tilkal Ayyamu

Sebuah keputusan berani ketika Hamas mengatakan tidak untuk meneruskan gencatan senjata dengan Israel, karena selama enam bulan pada gencatan senjata sebelumnya, Is-rael melakukan lebih dari 120 kasus penyeran-gan ke Ghaza. Namun Konyolnya negara-negara Arab bersikeras agar Hamas memper-panjang gencatan senjata yang jelas-jelas men-guntungkan Israel.
Sejarah berulang kembali ketika para penguasa kaum Muslimin yang hidup di zaman Perang Salib, hanya bisa menonton penyeran-gan pasukan salib terhadap Palestina dengan membantai 70.000 Muslim di kawasan al-Aqsha. Jangankan bergerak untuk memberi bantuan, malah mereka membangun hubungan baik dengan kerajaan salib.. Mungkin, hanya aktor sejarah saja yang berbeda antara zaman penjajahan salib dengan penjajahan Israel. Hanya segelintir negara Islam yang mendukung perjuangan perlawanan bangsa Palestina yang dipimpin oleh Hamas di Ghaza. Mereka yang tidak mendukung perjuangan malah membuat konspirasi untuk menghancurkan bangsa Pales-tina. Mereka tidak menyadari bahwa hari-hari itu akan berganti (QS.Ali Imran : 140). Fajar itu sudah mulai kelihatan dengan kemenangan Hamas dalam perang israel terakhir di Ghaza. Israel terancam hilangnya dukungan interna-sional yang kini beralih kepada Hamas. Dan mereka menggantungkan harapannya kepada pemimpin negara Arab untuk andil dalam mem-bungkam kebangkitan umat islam melalui pene-kanan-penekanan kepada gerakan pro pemba-haruan, agar menghambat berbagai fenomena kebangkitan umat. Dalam hal ini isu sentral Pal-estina yang dipimpin oleh Hamas disudutkan sebagai orang yang paling bertanggung jawab dalam perang Israel terhadap bangsa Palestina
di gaza. Alih-alih menuding israel, malah mereka menuding Hamas bersalah karena tidak mau mene-rima perpanjangan gencatan senjata. Di berbagai media, Hamas mengharapkan dukungan semua umat islam meskipun para pemimpinya ada yang tidak mendukung. Sebagai rakyat, kita merasa ber-dosa membiarkan saudara seiman dizhalimi oleh konspirasi yang jahat. Harapan itu masih ada. Jika Muhammad al-Fatih sudah membuka Konstantinopel pada abad 9 H, maka semua muslim menunggu pembukaan kota Roma. Siapa lagi kalu bukan kita yang akan mengungkap kebenaran hadits Nabi ten-tang pembukaan kota Roma ini. Tentu setelah terbit-nya fajar yang dinanti dengan bersatunya kita ‘ala qolbi rojulin wahid. Ya Reid. Wallahu a‟lam.
Ibnu Radinas*

IBRAH (Mengharap Mehadiran Anugerah)

Masih ingatkah kita kisah seorang yang telah membunuh sebanyak 99 orang kemudian menyesali dan ingin bertobat, ia men-coba berjalan mencari sedikit harapan agar kesalahann/ya bisa diampuni. Pertemuannya dengan seorang rahib yang pertama membuat-nya tidak puas sehingga harus membuatnya membunuh rahib itu, tapi harapan akan datangnya anugerah tidak membuatnya ber-henti mencari tempat bertanya apakah dosanya bisa diampuni atau tidak, Walhasil ia menemu-kan seorang rahib yang bijak dan memberikan angin segar bahwa dosanya bisa diampuni. Sang rahib menyuruhnya untuk pergi ke suatu negeri dimana penduduknya jauh dari perbua-tan dosa. Di tengah perjalanan ia menemukan ajalnya sehingga malaikat rahmat dan malaikat azabpun berdebat apakah ia di surga atau di neraka yang akhirnya dihitunglah jarak antara daerah yang akan ia tuju yang ternyata lebih dekat. Kisah ini dinukilkan imam Bukhari dalam kitab Shahih Bukhari.
Di suatu tempat kita tidak memperoleh anu-gerah. Di tempat lain mungkin tersedia anu-gerah lain yang tidak terhitung jumlahnya, Kalau di suatu negeri kita tidak bisa diterima, di negeri lain terbuka kesempatan untuk diterima dan dimanfaatkan. Jadi tidak ada alasan untuk berhenti berharap atas kehadiran anugerah-Nya. Justru berhenti berharap pertanda kita bukanlah termasuk orang-orang beriman, se-bab orang beriman itu salah satu kekuatannya adalah selalu memiliki harapan, sebagaimana firman Allah Swt dalam surat az-Zumar ayat 53. Malahan Rasulullah mencoba menjelaskan bahwa pada hakikatnya Allah Swt selalu mem-berikan rahmat kepada hamba-Nya yang selalu berharap dan berprasangka baik kepada-Nya. ”Wahai anak adam”, ucap Rasulullah Saw men-gutip perkataan Allah Swt, “selama kamu ber-do‟a dan berharap kepadaku, niscaya Aku akan mengampuni segala dosamu yang telah kamu
lakukan, dan Aku tidak peduli berapa banyak dosa yang yang telah kamu lakukan, Seandainya dosamu bagaikan awan di langit kemudian kamu minta ampun kepada-Ku, niscaya Aku mengampuni kamu. Sean-dainya kamu datang kepada-Ku dengan membawa dosa seisi bumi tanpa menyekutukan-Ku, niscaya Akupun akan mengampunimu dengan ampunan se-besar isi bumi itu”. (HR.Tarmizi)
Inilah psikologi harapan yang ditumbuhkan melalui pintu agama. Psikologi ini pula yang dicoba diben-tangkan dalam menghadapi berbagai momentum kehidupan baik merugikan maupun yan menguntung-kan. Di sini pulalah kiranya Nabi Muhammad Saw bersabda “Seandainya orang mukmin mengetahui dengan pasti sanksi yang disediakan oleh Allah Swt niscaya tidak ada seorangpun yang berputus asa dari rahmat-Nya”.(HR. Muslim)
Maka hakikat psikologi harapan itu tiada lain kecuali untuk memberikan kelapangan bagi jiwa manusia, agar jiwa yang sempit bisa memperoleh keluasan kembali, agar jiwa yang merana dapat tercerahkan dengan kehadiran berbagai anugerah-Nya, karena jiwa yang sempit akibat buruk sangka kepada-Nya akan menjauhkan orang itu dari anugerah-Nya pula.
Berharap akan kehadiran anugerah adalah perintah agama dan tabah terhadap ujian-Nya perintah agama pula. Karena itu bila kita berharap kemudian Dia menganugerahkan sesuai harapan kita maka bersyu-kurlah jangan takabur. Sebaliknya bila berharap ke-mudian Dia belum menganugerahkannya sesuai den-gan harapan kita maka bersabarlah jangan berpaling, mungkin dibalik penolakan-Nya itu tersimpan anu-gerah lain yang jauh lebih besar yang akan kita terima di belakang hari. Semoga Allah Swt mendengar hara-pan ini. Wallahu A„lam. . Hendra Gumanti*

Panduan Hidup Berjama'ah

Pondasi pertama yang harus dibangun dalam konsep panduan ini adalah, makna ayat yang termaktub di dalam tafsir Ibnu Katsir, bahwa Allah memerintahkan kepada para penyembah-Nya agar menghayati al-Qur'an, dan melarang mereka untuk menetang, serta hendaknya memahami makna yang penuh hikmah di setiap rangkaian katanya yang agung. Kemudian Allah juga memberitakan manusia lewat firman-Nya agar tidak bertentangan tentang isi al- Qur'an, karena sesungguhnya al- Qur'an merupakan kebenaran yang bersumber dari yang maha benar. “Apakah mereka itu tidak menghayati (mendalami) Al-Qur'an? Sekiranya (Al-Qur'an) itu bukan dari Allah pastilah mereka itu menemukan banyak hal yang bertentangan di dalamnya”.(QS : an-Nisa' 82).
Semenjak 1400 tahun berlalu, Allah telah menantang para kaum musyrik dan munafiq tentang kebenaran al-Qur'an, namun hingga saat ini belum ada keterangan yang menunjukkan bahwa al-Quran berseberangan dengan kebenaran fakta ilmiah apalagi yang berkaitan dengan kesalahan susunan tata bahasa seperti halnya kitab suci agama lain.
Kondisi zaman sekarang menceritakan kepada kita bahwa, Pertentangan, perselisihan, perbedaan pendapat, menjadi faktor utama dalam perpecahan, namun pada dasarnya perbedaan cara pandang bukanlah penyebab yang sebenarnya dalam perpecahan, pada masa hidupnya Nabi-pun, perbedaan sering terjadi, namun indikasinya bukanlah, "saling melempar" dan saling-saling lainnya dalam makna negativ, namun mereka menanggapinya secara bijak dan berjiwa besar. Ada sebuah konsep dasar yang menjadikan mereka seperti ini, Ketika Abu Bakar dan Umar bin Khattab berselisih tentang tindak lanjut tawanan perang badar, Umar berpendapat agar mereka dibunuh sedangkan Abu Bakar berpendapat agar mereka dilepaskan dengan tebusan, namun ketika Allah menentukan aturan, mereka tidak mengeluarkan kalimat apapun kecuali sami'na wa atho'na.Orang-orang yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. mereka Itulah orang-orang yang Telah diberi Allah petunjuk dan mereka Itulah orang-orang yang mempunyai akal”.(QS.az –Zumar : 18) " “Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja)”(QS. Al-Maidah : 48)
Ayat ini tidak sedang berbicara tentang "kebebasan" yang dituhan-tuhankan oleh kaum pecinta dunia, tapi ayat ini merupakan informasi penting bagi umat islam agar bisa saling tolong-menolong, bekerja sama dalam perbedaan warna persepsi. Kalau islam mengajarkan agar bertoleransi kepada agama lain, bagaimana dengan kita sesama islam?Catatan penting bagi setiap umat islam, bahwa tolerasi dan saling memahami satu dan yang lainya menjadi acuan bagi kita agar terwujudnya satu kesatuan, tentunya selama tidak merusak akar agama yang berpedoman kepada kaidah-kaidah usul tauhid, jika kita telah sampai pada tingkat ini, maka umatan wahidah akan muncul kembali, dalam arti kata tidak mesti terjaring dalam sebuah lingkaran tertentu, namun mereka diikat dengan tali persaudaraan islam, serta bagi-bagi tugas walaupun dari posisi yang terpisah, karena sesungguhnya setiap yang beriman adalah saudara, dan persaudaraan yang kuat ini tidak mudah renggang begitu saja hanya karena hal yang tidak logis untuk dijadikan alasan "saling menjauh"
Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq ketika baru menjabat sebagai khalifah, berpesan kepada seluruh umat islam ketika itu, agar patuh dan tunduk kepadanya selama tidak bertentangan dengan al-Quran dan sunnah.
Tidak ada keraguan lagi bahwa al-Qur'an adalah panduan hidup umat manusia, jika terjadi perdebatan maka kepada Allah dan Rasul-Nya tempat mengadu. Tapi mengapa sejarah mencatat bahwa perang saudara bisa saja terjadi padahal mereka sama-sama merujuk kepada al-Quran?? Kembalikan pertanyaan ini kepada nurani umat, karena hasil interaksi hati dan pemikiran yang benar dengan al Qura'n tidak akan pernah merubah apa yang telah diprediksikan oleh al Qura'n. “Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan rasulNYA dan peminpin dari kalian, jika kalian berselisih akan sesuatu, kembalikanlah kepada Allah dan rasulNYA, jika kalian beriman kepada Allah dan hari akhir yang demikian itu sebaik-baik dan sebagus pengertian”.(QS. an-Nisa:59) .
Abu Rahmah*